ANALISIS CERPEN KERONCONG PEMBUNUHAN BERDASARKAN TEORI FIKSI ROBERT STANTON



ANALISIS CERPEN KERONCONG PEMBUNUHAN
BERDASARKAN TEORI STRUKTURAL ROBERT STANTON
Makalah
Diajukan guna melengkapi tugas Perkembangan Ilmu Sastra
Pengampu: Maharani Intan Andalas, S.S.

Oleh:
Idayatul Rohmah (2111413034)


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013/2014

PRAKATA
Assalamualaikum wr. wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan karunianya, saya dapat menyelesaikan makalah ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Saya berterima kasih kepada Ibu Maharani Intan Andalas, S.S. selaku dosen pengampu mata kuliah Perkembangan Ilmu Sastra yang telah memberikan tugas ini.
Saya berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai keterkaitan teori fiksi Robert Stanton dengan cerpen Keroncong Pembunuhan karya Seno Gumira Aji Darma. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu, saya berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan yang akan datang.
Semoga makalah sederhana ini berguna bagi saya sendiri maupun orang yang membacanya.
Wassalamualaikum wr. wb.
Semarang, 01 April 2014













DAFTAR ISI

 PRAKTA……………………………………………………………….     2
DAFTAR ISI…………………………………………………………….    3
BAB I             : PENDAHULUAN……………………………………..    4
1.1                     Latar Belakang Masalah………………       4
1.2                     Perumusan Masalah.................................................         4
1.3                     Tujuan Penulisan……………………………………        5
BAB II            : PEMBAHASAN……………………………………….   6
2.1                     Analisis cerpen Keroncong Pembunuhan karya Seno Gumira Ajidarma berdasarkan teori fiksi Robert Stanton
BAB III          : PENUTUP……………………………………………...   13
3.1                     Simpulan………………………………………………… 13
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..    14


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Analisis struktur karya sastra bertujuan untuk membongkar dan memaparkan sedetail mungkin keterkaitan antara semua anasir dan aspek karya sastra yang secara bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Setiap karya sastra memerlukan metode analisis yang sesuai dengan sifat dan strukturnya. Perbedaan yang dominan anasir tertentu dalam analisis struktur harus memainkan peranan yang penting. Analisis struktur harus diarahkan oleh ciri khas karya sastra yang hendak dianalisis.
Jumlah analisis terhadap karya sastra yang sangat anekaragam dan terbit di mana-mana, nampaknya pendekatan struktural terhadap karya sastra merupakan perolehan ilmu sastra yang langgeng. Oleh karena itu, kebutuhan terhadap analisis, kritik, dan penilaian sebuah karya sastra sangatlah penting.
Teori fiksi yang akan dibahas dalam makalah ini adalah menurut Robert Stanton. Teori Robert Stanton ini termasuk teori struktural karena ia memandang prosa fiksi sebagai suatu karya sastra naratif yang imajinatif. Hal itu dikemukakan dengan elemen-elemen pembangun fiksi yang terdiri atas tiga bagian, yaitu fakta (fact), tema (theme), dan sarana sastra.
Di dalam makalah ini, penulis berusaha memaparkan, menganalisis serta menjelaskan keterkaitan karya sastra berjenis cerita pendek (cerpen) yang berjudul Keroncong Pembunuhan karya Seno Gumira Ajidarma berdasarkan teori fiksi Robert Stanton.
Cerpen ini perlu dianalisis agar penulis maupun pembaca dapat membuktikan bahwa teori tersebut didasarkan pada cara pandang strukturalis.
1.2 Perumusan Masalah
Di dalam makalah ini, penulis akan membahas rumusan pertanyaan yaitu: Bagaimanakah analisis dan interpretasi, serta keterkaitan-keterkaitan antara teori Robert Stanton dengan cerpen Keroncong Pembunuhan karya Seno Gumira Ajidarma tersebut?


1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui teori fiksi Robert Stanton.
2. Mengetahui keterkaitan antara teori Robert Stanton dengan cerpen Keroncong Pembunuhan karya Seno Gumira Ajidarma.
3. Membuktikan dalam analisis bahwa teori fiksi Robert Stanton didasarkan pada cara pandang strukturalis.

  

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Analisis dan Interpretasi
Analisis dalam cerpen keroncong pembunuhan karya Seno Gumira Ajidarma ini didasarkan pada cara pandang strukturalis. Dalam cerpen ini terdapat elemen-elemen pembangun fiksi. Di antaranya adalah fakta, tema, dan sarana. Fakta cerita adalah elemen fiksi yang secara faktual dapat dibayangkan eksistensinya. Fakta itu sendiri meliputi tokoh, latar, dan alur. Secara bersamaan ketiganya disebut sebagai struktur faktual atau factual level.
Selanjutnya adalah tema. “The theme of the story cerresponds to the meaning of human experience.” Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan ‘makna’ yang bercerita tentang sebuah pengalaman-pengalaman yang dialami manusia. Tema memberikan koherensi yang saling berhubungan.
Terakhir adalah sarana cerita. Sarana cerita adalah hal-hal mengenai cara atau teknik yang dimanfaatkan pengarang dalam memilih dan menyusun detail cerita untuk menciptakan pola-pola yang bermakna. Sarana sastra sendiri meliputi judul, sudut pandang, gaya bahasa (style), simbolisme, dan ironi. Berikut penjabarannya.
A.    Fakta cerita
1.      Tokoh
Tokoh dalam cerpen ini hanya terdiri dari tiga tokoh, yakni tokoh utama (aku) si pembunuh bayaran. Hal itu dibuktikan dengan adanya percakapan antara si tokoh aku dengan seorang wanita yang memesan penembakan melalui telepon.
“Siapa sasaranku?” tanyaku minggu lalu, ketika dia memesan penembakan ini. Dilakukan lewat telepon seperti itu, tentu wajahnya hanya bisa kukira-kira saja.
“Kau tidak perlu tahu, ini bagian dari kontrak kita.”
Kontrak semacam ini memang sering terjadi. Aku dibayar hanya untuk menembak, siapa yang jadi sasaran bukanlah urusanku.

Pemesan penembakan tersebut adalah seorang perempuan. Berikut kutipannya:
Dan aku melihat wajah-wajah pada teleskop. Para wanita dengan pakaian malam yang anggun. Ada yang punggungnya tebuka. Cantik sekali. Wanita bersuara halus yang memerintahku itu pun tentu cantik. Aku tak mengira seorang wanita akan terlibat dalam pembunuhan seperti ini.

Terakhir adalah seorang lelaki tua (yang akan dibunuh). Dari hasil analisis saya terkait dengan cerpen tersebut, tokoh lelaki tua yang akan dibunuh adalah seorang pejabat tinggi. Persepsi tersebut didasarkan pada kutipan:
Wajahnya tampan dan berwibawa. Ia sudah setengah umur tapi tak tampak telah uzur. Rambutnya disisir rapi ke belakang. Ia tak banyak tertawa dan tersenyum. Orang-orang menge-rumuninya dengan hormat.
Kutipan lain yang menunjukkan bahwa lelaki tua itu seorang pejabat tinggi adalah pemikiran si tokoh aku:
Tapi aku tidak tahu politik. Jadi sambil menatap wajah yang akan berlubang itu, aku berpikir tentang yang lain. Muungkin ia punya istri, punya anak. Bahkan kupikir ia pun pantas punya cucu. Mereka akan bertangisan setelah mendengar kematian orang ini, dan tangis itu akan menjadi-jadi ketika mengetahui cara kematiannya. Biar saja. Bukankah ia seorang pengkhianat bangsa dan negara? Ia pantas mendapatkan hukumannya.

2.      Latar
Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta, yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung (Stanton, 2007:35). Latar dalam hal ini dapat dibagi menjadi latar tempat, waktu, dan suasana.
Latar tempat dalam cerpen ini adalah di sekitar kolam renang hotel dan pada teras hotel lantai 7. Hal itu dibuktikan dengan kutipan berikut.

Mereka terserak di bawah sana, di sekitar kolam renang, tapi tak banyak yang mendengarkan lagu keroncong itu dengan sungguh-sungguh. Mereka bercakap sendiri, riuh dan tawa sesekali pecah dari tiap kerumunan.

Sementara itu, tokoh aku dalam cerpen tersebut berada di hotel lantai 7. Ia sedang memperhatikan orang-orang yang berada di bawah (sekitar kolam renang).

Dari teras lantai 7 hotel ini, aku masih mengintip lewat teleskop. Angin laut yang basah terasa asin di bibirku. Iseng-iseng sambil menunggu sasaran, aku mencari orang yang berbicara kepadaku. Dan aku melihat wajah-wajah pada teleskop.
Latar waktu dalam cerpen ini adalah ketika malam hari terlihat pada kutipan beriku.
Malam cerah dan langit penuh bintang. Bahkan bulan pun sedang purnama.


3.      Alur
Alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal saja. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya. Peristiwa kausal tidak terbatas pada hal-hal fisik saja seperti ujaran atau tindakan, tetapi juga mencakup perubahan sikap karakter, kilasan-kilasan pandangannya, keputusan-keputusannya, dan segala yang menjadi variabel pengubah dalam dirinya. (Stanton, 2007:26).
Alur terbagi menjadi dua jenis, yaitu alur konvensional (tertutup) dan alur nonkonvensional (terbuka). Alur konvensional yaitu alur lurus. Maksudnya, dalam alur konvensional  terdapat ending yang jelas. Hal itu bisa berakhir bahagia ataupun sebaliknya. Sedangkan alur nonkonvensional (terbuka) berakhir problematik atau masalah-masalah yang dialami tokoh belum terselesaikan. Alur ini adalah alur yang tidak biasa karena ending-nya tidak jelas atau masih mengambang.
Alur dalam cerpen Keroncong pembunuhan ini dapat diidentifikasikan sebagai alur nonkonvensional karena masalah-masalah yang dialami tokoh masih problematik dan dibentuk berdasarkan rangkaian peristiwa yang tidak berdasarkan runutan sebagaimana alur konvensional. Hal itu dapat dibuktikan dengan adanya ending yang tidak jelas.
Akhir dari cerpen Keroncong Pembunuhan ini, tidak diketahui apakah si tokoh aku jadi/tidak dalam menembak sasaran. Hal itu dibuktikan dengan kutipan akhir dalam cerpen ini:
Kubidikkan garis silang teleskopku ke jantungnya, sementara di telingaku mengiang suara penyanyi itu, yang mulai lagi sebuah lagu keroncong, lagu kesenangan orang-orang tua. Ini akan membuat mereka terkenang-kenang akan masa lalunya.

B.     Tema
Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan pengalaman begitu diingat (Stanton 2007:36).
Tema dalam cerpen ini adalah pembunuhan. Tokoh aku dalam cerpen tersebut adalah seorang pembunuh bayaran. Ia dipesan oleh seorang perempuan untuk membunuh lelaki tua yang katanya adalah seorang pengkhianat bangsa dan negara. Namun perempuan itu tak memberikan bukti bahwa lelaki tua tersebut seorang pengkhianat. Tokoh aku dalam cerpen tersebut masih tetap memaksa hingga perempuan itu mengatakan bahwa itu adalah persoalan politik dan sebenarnya ia disuruh oleh orang yang berada di depan orang yang seharusnya ditembak. Orang tersebut adalah orang tua berkacamata.
Tema dalam cerpen tersebut terlihat pada kutipan berikut:
Sialan cewek itu, berani benar membentak-bentak seorang pembunuh bayaran. Tanganku tiba-tiba bergerak sendiri menggeser senapan itu. Dengan indera keenam ia kucari di antara kerumunan orang banyak. Wajah-wajah cantik silih berganti mengisi teleskopku. Aku harus memancing dia bicara.

Cuplikan tersebut menunjukkan bahwa tokoh aku memiliki pengalaman menjadi seorang pembunuh bayaran.

C.     Sarana Cerita
Sarana cerita adalah hal-hal mengenai cara atau teknik yang dimanfaatkan pengarang dalam memilih dan menyusun detail cerita untuk menciptakan pola-pola yang bermakna.
Sarana cerita meliputi:
1.      Judul
sebuah judul dapat dikatakan sebagai ‘kepala’ atau nama dari sebuah cerita, namun keberhasilan sebuah cerita tidak hanya semata-mata karena judul tersebut mampu merepresentasikan atau mewakili gambaran dari isi cerita tersebut. Akan tetapi, sebuah judul dikatakan berhasil jika ia mampu menimbulkan minat dan rasa penasaran kepada pembaca untuk membaca sampai akhir cerita. Dalam hal ini, judul “Keroncong Pembunuhan” cukup mewakili apa yang dibicarakan dalam cerita.
Judul Keroncong Pembunuhan tersebut ada keterkaitan antara lagu keroncong dan sebuah pembunuhan karena pada malam itu di sebuah pesta yang dihadiri oleh para orang tua itu diiringi dengan lagu-lagu keroncong yang membuat para orang tua itu terkenang-kenang akan masa lalunya.
Di dalam cerpen tersebut, salah seorang perempun yang ikut menghadiri pesta itu memesan penembakan pada si tokoh aku. Tokoh aku telah dikontrak utuk membunuh seorang lelaki tua yang juga berada di pesta itu.
Jadi, judul Keroncong Peembunuhan dalam cerpen tersebut cukup relevan, karena sejatinya yang panjang dibicarakan adalah soal lagu keroncong dan pembunuhan.




2.      Sudut Pandang
Sudut pandang dalam cerpen ini adalah sudut orang pertama (utama). Ditunjukkan bahwa cerpen ini menggunakan kata ganti ‘aku’ dan yang menjadi tokoh utama adalah si tokoh ‘aku’ tersebut. Sebagai bukti, berikut kutipannya:

Tapi aku belum menemukan orang yang mesti kubunuh. Memang belum waktunya. Ia akan datang sebentar lagi. Dan sebenarnya aku pun tak perlu terlalu repot mencarinya karena pesawat komunikasi yang terpasang pada telingaku siap menunjukkan orangnya.

Tidak hanya kutipan tersebut yang menunjukkan bahwa pengarag menggunakan sudut pandang orang pertama. Masih banyak kutipan lain yang membuktikan demikian.

3.      Gaya bahasa dan nada
Gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa (Stanton, 2007: 61). Gaya pengarang dalam cerpen ini menggunakan gaya bahasa yang lugas. Dalam hal ini lugas berarti tidak banyak menggunaka kata kiasan, namun dengan model bercerita dan disertai dengan ide-ide serta emosi yang nyata, seperti pada kutipan berikut:

Memang wajah mereka adalah wajah wajah orang baik-baik, tapi entahlah apa yang kurang enak di sana. Apakah banyak yang memakai baju resmi, seragam yang kubenci? Ataukah karena perasaanku saja. Namun sungguh mati, aku akan sangat berbahagia kalau korbanku kali ini adalah seseorang yang memuakkan. Pengkhianat bangsa dan negara pasti sangat memuakkan.

Kutipan lain:
Agak tegang juga aku menunggu perintah menembak. Itulah repotnya selalu bekerja berdasarkan kontrak. Tidak bisa seenaknya sendiri. Aku dibayar untuk mengarahkan garis silang teleskop senapanku pada tempat yang paling mematikan, untuk kemudian menekan pelatuknya. Aku selalu mengatakan pada diriku sendiri bahwa aku tidak membunuh orang, hanya membidik dan menekan pelatuk.

Dalam kutipan di atas, terlihat jelas bahwa pengarang menggambarkan sesuatu dan menceritakannya dengan bahasa apa adanya, lugas, tanpa kiasan.



4.      Simbolisme
Di dalam cerpen ini pengarang juga menggunakan simbol-simbol, di antaranya adalah mata rantai dan sebuah leontin.

Jadi seperti inilah semua pembunuhan itu berlangsung. Mata rantai tanpa ujung dan pangkal. Wanita ini tentu hanya salah satu mata rantai.

Kutipan di atas secara tidak langsung menunjukkan bahwa wanita yang memesan penembakan tersebut ternyata adalah suruhan seorang lawan politik yang seharusnya akan ditembak.
Sementara simbol sebuah leontin ditunjukkan pada kutipan percakapan berikut:

“Urusanku adalah leontinmu manis, ia bisa pecah berantakan oleh peluruku, dan peluru itu tak akan berhenti di situ.”

Penembak dalam cerpen tersebut mengancam akan menembak leontin wanita tersebut jika si wanita itu tidak mengakui siapa yang menyuhrunya menembak si lelaki tua. Secara tidak langsung, tokoh aku dalam cerpen tersebut justru akan menembak wanita itu karena leontin yang akan ditembak tersebut terpajang di dada wanita itu.

5.      Ironi
Ironi dalam hal ini adalah sebuah kiasan atau majas yang membuat menarik dalam sebuah karya fiksi.
Di dalam cerpen ini cukup banyak menggunakan ironi. Berikut beberapa kutipan yang membuktikan adanya ironi dalam cerpen ini:

Dan tubuh orang itu akan roboh. Bisa roboh perlahan-lahan seperti pohon ditebang, bisa pula tersentak dan mengacaukan kerumunan orang yang sedang tertawa-tawa itu, menumpahkan gelas pada nampan yang dibawa pelayan.

Selain itu, ironi lain pada cerpen ini adalah:
Lagu keroncong sekarang ini seperti benda museum, para senimannya kurang jenius untuk membuatnya lebih berkembang.



Kutipan lain yang menunjukkan ironi dalam cerpen ini adalah sebagai berikut:
Kutatap lagi wajah itu, rasanya begitu dekat, bahkan pori-porinya terlihat jelas. Aku bagaikan menatap bayang-bayang takdir. Siapakah yang sebenarnya menghentikan kehidupan orang itu, akukah atau kamu? Orang itu tak sadar sama sekali kalau malaikat maut telah mengelus-elus tegkuknya.

Dan yang terakhir adalah kutipan:
Kuarahkan senapanku ke sana. Dan aku melihat orang itu. Ia sedang bercerita dengan berapi-api. Tangannya bergerak kian kemari.

 

BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan
 Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam cerpen Keroncong Pembunuhan karya Seno Gumira Ajidarma ini ada keterkaitan dengan teori fiksi Robert Stanton. Cerpen ini juga meliputi tiga aspek, yakni fakta-fakta sastra, tema dan sarana sastra. Fakta-fakta sastra meliputi tokoh, latar, dan alur. Sementara itu, sarana sastra meliputi judul, sudut pandang, gaya bahasa, simbolisme, dan ironi.
Cerpen ini sendiri terdiri dari tiga tokoh, yakni tokoh utama (aku) sebagai pembunuh bayaran, Pemesan penembakan (seorang perempuan), dan yang terakhir adalah seorang lelaki tua (yang akan dibunuh). Di dalam cerpen ini juga terdapat Latar tempat, yakni di sekitar kolam renang hotel dan pada teras hotel lantai 7.
Alur dalam cerpen ini diidentifikasikan sebagai alur nonkonvensional yang bertema pembunuhan. Sementara judul Keroncong Pembunuhan tersebut memiliki keterkaitan antara lagu keroncong dan sebuah pembunuhan.
Sudut pandang dalam cerpen ini adalah sudut orang pertama (utama). Ia menggunakan gaya bahasa yang lugas serta menggunakan simbol-simbol dan ironi.
Secara formal, cerpen Keroncong Pembunuhan ini dianggap sebagai cerpen yang lengkap dan runtut secara sistematika karena di dalamnya terdapat elemen-elemen pembangun fiksi dan ada keterkaitan-keterkaitan dengan teori fiksi Robert Stanton. Hal ini telah terbukti dalam analisis yang telah dibahas.


DAFTAR PUSTAKA

Kumpulan cerpen Penembak Misterius.
A Teeuw. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: PT Grimukti Pasaka.
Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi Robert Stanton. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENULISAN KATA YANG SALAH

09-05-2013